ETIKA PERSAINGAN DALAM KOMUNIKASI PEMASARAN
Abstrak
Etika persaingan dalam komunikasi pemasaran khususnya kampanye periklanan menjadi perhatian penting dalam upaya menyehatkan perekonomian bangsa. Pasar yang sehat dicerminkan dari terbukanya peluang kepada setiap pelaku untuk bersaing dan memperoleh perlakuan yang adil dalam suatu industri. Perundang-undangan dan kode etik komunikasi merupakan pedoman dalam bersaing secara sehat. Kondisi persaingan ketat kini telah mempengaruhi style komunikasi dan creative strategy pesan dalam berbagai aktivitas kampanye komunikasi pemasaran, terutama periklanan. Kurangnya pemahaman peraturan mengenai persaingan yang sehat dan kode etik periklanan menyebabkan para praktisi komunikasi pemasaran cenderung mengabaikan aspek ini. Akibatnya banyak tayangan komunikasi pemasaran yang cenderung kurang menghargai keberadaan para pesaingnya di pasar secara wajar. Tulisan ini membahas persaingan yang terjadi antar brand pada produk barang konsumsi seperti produk minuman, makanan, toiletris, dan beberapa produk sekunder lainnya seperti otomotif roda dua dan minyak pelumas. Visual iklan sebagai instrumen komunikasi pemasaran diobservasi pemaknaan atas tanda-tanda yang ada melalui sarana lihatan (visual sense) atau semiotika visual.Style komunikasi periklanan pada berbagai kategori produk yang bersaing ketat memiliki kecenderungan untuk menghasilkan tayangan-tayangan iklan yang konten-nya cenderung melanggar etika persaingan dan kode etik periklanan. Sebagian besar pelanggaran etika dalam praktik komunikasi periklanan memperlihatkan upaya merendahkan produk-produk pesaing baik secara visual maupun secara verbal dan berbagai bentuk pelanggaran etika bersaing secara sehat dan kode etik periklanan.
Kata kunci: komunikasi pemasaran, etika periklanan, kompetisi
Pendahuluan
Persaingan merupakan cermin dari struktur pasar yang sehat. Semakin ketat persaingan menunjukkan jumlah pemain dalam suatu industri semakin besar, yang artinya industri bersangkutan dapat dimasuki beragam pemain. Kompetisi antar pemain memberikan dampak positif dan negatif terhadap perilaku persaingan. Jika sistem pengawasan dan penegakannya terhadap para pemain lemah, maka pada kondisi itulah para pemain berperilaku negatif dengan melakukan manufer-manufer yang dapat melanggar perundangan persaingan yang sehat dan kode etik komunikasi pemasaran.
Strategi kreatif dari sisi internal dalam proses penciptaan komunikasi pemasaran memegang kunci penting dalam keberhasilan suatu produk atau jasa (Jewler dan Drewniany, 2004: 23). Pesan yang diciptakan muncul dalam bentuk verbal dan visual yang menyatu dalam konsep total antara kata-kata dan visual (Russell dan Lane, 2006: 470). Dalam konteks persaingan pasar, berbagai produk—terutama produk konsumsi—bersaing sangat ketat dengan sasaran utama untuk memperoleh pangsa pasar dan pertumbuhan. Dalam desainnya, karakter produk atau jasa harus benar-benar mewujud dalam pesan komunikasi yang diciptakan. Pesan kemudian dikirim kepada target bidik yang karakternya harus bersenyawa dengan karakter produk. Maka dalam hal ini kekuatan pesan sangat ditentukan oleh creative strategy secara terpadu (Altstiel dan Grow, 2006: 19).
Kompetisi ketat cenderung melahirkan produk dan/atau jasa yang memperebutkan pasar yang sama (satu pasar) dengan kegiatan kampanye komunikasi pemasaran terpadu (Russell dan Lane, 2006: 72). Karena itu pemahaman dan perencanaan komunikasi merupakan suatu strategi perusahaan (Thomas, 2002: 308-310). Style komunikasi cenderung berupaya untuk ’membabat habis’ para pesaingnya dengan ’tanpa ampun’ untuk mencapai market-shareyang dominan. Padahal menurut Duncan (2002: 659), praktisi periklanan harus memahami sebuah gambar besar (the big picture) yang menjadi sasaran pengembangan IMC yang memperhatikan isue-isue sosial, etikal, dan legal di dalamnya.
Perumusan Masalah
Persaingan telah memicu terjadinya kreativitas dalam penciptaan pesan periklanan. Style komunikasi pemasaran sangat dipengaruhi oleh level persaingan produk bersangkutan di pasar. Tulisan ini membuka diskusi bagaimana level persaingan pada berbagai brand untuk beberapa kelompok produk seperti barang konsumsi antara lain produk makanan, minuman, toiletries, otomotif roda dua dan minyak pelumas. Selanjutnya bagaimana stylekomunikasi peklanan pada berbagai kategori produk tersebut? Bagaimana aspek etika persaingan khususnya pada desain komunikasi periklanan produk-produk, dan bagaimana batasan-batasan yang ditentukan dalam kode etik periklanan dan peraturan serta konstitusi lainnya. Dalam pembahasan ini difokuskan kepada kegiatan komunikasi periklanan sebagai kegiatan above the line karena komunikasi periklanan merupakan penyerap dana terbesar dalam bauran promosi.
Manfaat
Tulisan ini diharapkan bermanfaat untuk mengedepankan segi-segi etika dalam proses penciptaan komunikasi pemasaran, khususnya periklanan. Selain itu diharapkan bermanfaat dalam rangka mendorong terjadinya persaingan sehat antar agensi, pengiklan yang pada akhirnya menumbuhkan peran sosial periklanan sebagai media edukatif bagi masyarakat, selain tentu saja periklanan harus memiliki arti ekonomis yang berarti bagi korporasi, negara dan publik secara keseluruhan.
Framework Theoritical framework yang menguraikan tentang produksi simbol-simbol dalam komunikasi dikemukakan oleh Kenneth Burke dalam Littlejohn (2002:10) sebagai bagian dari Creative writing dalam suatu periklanan dan PR. Selain itu Semantic Theory yang dikemukakan oleh Charles Morris tentang persepsi, manipulasi, dan konsumasi di mana pada masing-masing tahap ini seseorang mula-mula memberi perhatian terhadap tanda (sign), kemudian menginterpretasikannya dan memberi respons, dan kemudian melakukan aksi sebagai respons aktual. Komunikasi Pemasaran. Menurut Duncan (2002:8) Komunikasi pemasaran terpadu adalah suatu proses pengelolaan hubungan pelanggan yang mengendalikan nilai merek (brand-value), atau secara lebih spesifik adalah suatu proses silang-fungsional dalam penciptaan hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan dan pihak berkepentingan lainnya melalui pengendalian strategis atau mempengaruhi seluruh pesan kepada kelompok target dan berkomunikasi dengan mereka.
Periklanan. Arens (2006: 7) mendefinisikan periklanan sebagai komunikasi nonpersonal yang terstruktur dan tersusun atas suatu informasi, yang biasanya persuasif mengenai suatu produk (barang, jasa atau ide) dengan memperlihatkan sponsor (merek) yang pemasangnya harus membayar penayangannya di berbagai media. Jadi periklanan adalah seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan, penyampaian, dan umpan balik dari pesan komunikasi pemasaran. Sedangkan Iklan adalah suatu pesan komunikasi pemasaran tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Sedangkan Pengiklan adalah pemrakarsa, penyandang dana, dan pengguna jasa periklanan.
Public Relations. Kehumasan adalah suatu pengelolaan komunikasi antara suatu organisasi dengan publiknya. Sebagai suatu fungsi manajemen, PR mengevaluai sikap publik, mengidentifikasi kebijakan dan prosedur dari individu atau organisasi dengan kepentingan publiknya, merencanakan dan melaksanakan suatu program aksi untuk memperoleh kehadiran di mata publik. Menurut Austin (2001:8) kegiatan kehumasan membutuhkan seorang penulis gagasan daripada sekadar seorang ilmuwan sosial dengan lingkungan baru yang penuh tantangan. Bahkan tugas dan posisi kehumasan menjadi penentu dalm proses restructuring suatu organisasi dan seorang manajer komunikasi harus menjadi seorang penggagas creative bagi seluruh elemen terpadu dalam komunikasi korporat.
Etika. Hirst dan Patching (2005: 8) mendefinisikan kode etik sebagai suatu norma yang dikategorikan sebagai ”rights” atau ”wrongs” dari perilaku. Menurut Kamus Besar Indonesia (Anton Mulyono dan Sri Kosesih), Kode adalah tulisan berupa kata atau tanda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu. Sedangkan Etika berarti 1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral dan atau akhlak; 2) kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3) nilai mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Etika Persaingan. Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang pelarangan praktik persaingan usaha tidak sehat dijelaskan bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar. Selain itu, peraturan ini memberi semangat bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional; Etika Pariwara. Etika Periklanan Indonesia (EPI) yang menjadi rambu-rambu para praktii komunikasi pemasaran mensyaratkan bahwa iklan dan pelaku periklanan harus berlaku jujur, benar, dan bertanggung jawab; harus bersaing secara sehat; harus melindungi dan menghargai khalayak, serta tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Metode Penelitian
Pengamatan dilakukan terhadap iklan-iklan yang ditayangkan media televisi dan media cetak pada periode Oktober 2005-September 2006. Media televisi mencakup beberapa stasiun yaitu RCTI, Indosiar, SCTV, Trans TV, Anteve, TPI, dan Metro TV. Sedangkan iklan di media cetak mencakup Harian Kompas dan Majalah Berita Mingguan Tempo. Pengambilan sampel dilakukan secara random terhadap semua tayangan iklan, kemudian digunakan metode judgmental untuk menentukan iklan-iklan yang terindikasikan mengandung unsur pengabaian terhadap semangat bersaing secara sehat dan melanggar kode etik periklanan. Kategori industri (produk) yang diobservasi adalah produk-produk konsumsi (makanan dan minuman), produk toiletries, produk elektronik, otomotif roda dua dan minyak pelumas, dan beberapa produk fast moving consumers goods (FMCG) lainnya. Analisis terhadap visual iklan—sebagai instrumen komunikasi pemasaran—dilakukan metode penilaian pemaknaan atas tanda-tanda yang ada melalui sarana lihatan (visual sense) atau semiotika visual.
Hasil dan Pembahasan
Persaingan Brand dalam Kampanye Komunikasi Pemasaran
Level persaingan dalam suatu industri turut menentukan strategi komunikasi pemasaran terpadu, khususnya padastyle komunikasi pesan pada periklanannya. Berbagai industri memiliki level persaingan yang bervariasi, namun demikin untuk industri-industri seperti barang konsumsi (makanan, minuman), toiletries merupakan sampel industri dengan level persaingan yang sangat tajam. Selain itu industri otomotif khususnya kendaraan roda dua juga memperlihatkan ketatnya persaingan antar beberapa varian brand terbaru yang menyulut model komunikasi yang cenderung tidak sehat. Sedangkan industri-industri barang kebutuhan sekunder memperlihatkan level persaingan yang agak longgar sehingga style komunikasi pemasarannya pun tidak sesengit industri barang konsumsi.
Persaingan Produk minuman
Industri minuman merupakan salah satu industri yang persaingannya sangat ketat di pasar Indonesia. Industri ini tidak saja diperankan oleh industri besar dan modern, tetapi juga pera pemainnya termasuk industri skala menengah dan skala kecil atau home industri. Variasi produknya juga sangat luas mulai dari minuman beralkohol, minuman berkarbonasi, minuman berenergi, air mineral, minuman sari buah, minuman sari daun seperti teh dan herbal lainnya, susu. Pemain-pemain besar dalam industri minuman yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta antara lain: PT Ades Alfindo Putrasetia, PT Aqua Golden Mississippi, PT Delta Djakarta Tbk, PT Dharma Niaga, PT Gunung Mas Santosoraya, PT Heinz ABC Indonesia, PT Monysaga Prima, Multi Bintang Indonesia PT Tbk, Orang Tua Group, PT Semak Industri, PT Sinar Sosro, PT Sumber Sari, PT Tangmas, PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Co, PT Varia Industri Tirta, PT Asia Health Energy Beverages. Industri minuman di Indonesia semakin padat pemainnya dengan memperhitungkan pemain-pemain lokal yang bergerak dalam aneka minuman radisional, bahkan sebagian diproduksi home-industry. Persaingan ketat dalam industri minuman saat ini diperlihatkan oleh kategori minuman berenergi, minuman berkarbonasi, minuman teh, susu dan atau komposisinya dan air mineral. Aktivitas komunikasi pemasaran antar pemain besar inilah yang secara nyata memperlihatkan style komunikasi. Struktur persaingan pasar inilah yang kemudian memicu pola dan style komunikasi yang sebagian diantaranya (bisa) mengabaikan prinsip-prinsip etika dalam konteks persaingan yang sehat. Minuman berkarbonasi adalah jenis minuman yang bersoda yang dalam bahasa sehari-hari di pasar dikenal sebagai minuman ringan atau soft drink atau carbonated drink dikuasai oleh brand Coca Cola, Pepsi, Fanta, Sprite, 7 Up, sedangkan beberapa brand seperti F&N, Mirinda, dan Green Sands agak jarang beriklan, namun harus diperhitungkan dalam persaingan.
Minuman berenergi adalah jenis minuman yang mengandung bahan tambahan energy yang sering juga disebut sebagai suplemen untuk membantu menyegarkan tubuh pada saat kerja keras atau berolahraga. Saat ini persaingan produk minuman berenergi-cair dikuasi oleh beberapa merek, yaitu Krating Daeng, M-150, Hemaviton, Fits Up, dan Lipovitan. Sedangkan dalam bentuk bubuk beberapa brand sangat mendominasi kampanye pemasarannya seperti Extra Joss, Hemaviton Jreng, dan Sakatonik Greng serta brand Enerjos yang sempat muncul lalu menghilang pariwaranya.
Minuman air mineral adalah air minum biasa yang dieksplorasi dari alam yang disterilisasi dan pemberian mineral yang seimbang. Proses pemurniannya dikenal sebagai hydro pro system. Saat ini pangsa pasar terbesar air mineral masih dikuasai brand Aqua, Vit, Ades, 2 Tang, dan beberapa merek lainnya seperti Cleo, dan Avian. Dalam praktik komunikasi pemasarannya, Aqua mengambil positioning strategi bahwa harga lebih tinggi dari pesaing lain karena paltform image yang dibentuk sejak awal sebagai pionir. Minuman sari buah (juice) atau sirup adalah minuman esktrak buah atau pemberian esens rasa buah dengan beberapa brand seperti ABC, Marjan, Buavita, Berry, Sunripe, dan lain-lain. Sedangkan minuman sari daun adalah ekstrak daun seperti teh dan variannya yang dicampur dengan esens bunga-bungaan. Kategori teh botol dikuasai oleh brand seperti Teh Botol Sosro. Frestea, Fruit Tea, dan Tekita. Teh botol kemasan plastik juga menjadi trend sangat berarti dengan agresifnya kampanye pemasaran merek-merek seperti Zestea, NüTea, dan Green-T. Sementara teh celup, kampanye pemasarannya didominasi oleh brand Sari Wangi, Sosro, dan Bendera. Varian minuman teh yang dicampur dengan karbonasi juga patut diperhitungkan dalam persaingan. Misalnya produsen PT Sinar Sosro mengeluarkan produk teh yang berkarbonasi dengan merek Tebs, sementara PT Delta Djakarta memasarkan produk Sodaku dan Soda Ice dengan tiga rasa: rasa apel, rasa jeruk dan rasa gula asam.
Beberapa produk minuman lainnya seperti brand Milkjus dari Wingsfood, Vita Jellydrink dari Orangtua Group juga merupakan brands yang sering beriklan pada acara anak-anak di TV. Produk minuman kopi tentu saja tidak bisa dikesampingkan karena persaingannya sangat intens pada kegiatan kampanye periklanan. Varian kopi dalam hal ini adalah kopi instan (bersaing ketat di dalamnya yaitu Indocafe, Nescafe, Torabika, ABC), dan kopi bubuk (dengan merek Kapal Api, ABC, Torabika, Goodday).
Minuman susu merupakan kategori produk yang memiliki durasi kampanye komunikasi pemasaran yang patut diperhitungkan. Beberapa varian dalam kategori ini adalah susu bubuk (bersaing beberapa brand seperti Dancow, Frisian Flag, Indomilk), susu cair (bersaing brand seperti Ultra Milk, Frisian Flag, dan Indomilk), dan susu kental manis (tayangan iklan yang kompetitif antara Frisian Flag dan Indomilk, sementara iklan Cap Nona, Cap Enaak, Carnation, dan Milk Maid agak jarang terlihat). Varian lain dalam kategori susu adalah susu untuk ibu hamil yang diperebutkan beberapa brand—dengan tayangan iklan sangat kreatif dan kompetitif—seperti Prenagen, beberapa brand lain yang mengikutinya antara lain Lactamil, Enfamama dan lain-lain. Susu untuk bayi masih berkaitan dengan varian di atas, yang persaingannya diperebutkan beberapa brand seperti Lactogen, Vitalac, SGM 2, Sustagen, dan lain-lain.
Persaingan Produk Makanan
Persaingan dalam industri makanan olahan hampir sama kondisinya seperti pada industri minuman. Pemain-pemainnya pun terdiri atas beberapa pemain besar yang menguasai pasar, seperti PT Unilever Indonesia, PT Indofood Sukses Makmur, PT Wingsfood, PT Khong Guan Indonesia, PT Garudafood, PT Mayora Indah, PT Prasidha Aneka Niaga, SMART Corporation, PT Suba Indah, dan lain-lain. Varian produk makanan olahan mencakup mie instan, biskuit, kacang garing, makanan kudapan, chocolate, bubur bayi, es krim, vitamin suplemen, dan lain-lain.
Persaingan produk mie instan saat ini sangat tajam terutama setelah kelompok Wingsfood menggebrak market leader Indomie dengan Mie Sedaap. Brand lain yang mengikutinya adalah Supermie, Mie ABC, Kare, Alhamie, dan lain-lain. Sedangkan pasar biskuit saat ini dikuasai beberapa brand ternama seperti Roma, Nissin, Khong Guan, Marie Regal, dan Monde. Salah satu kategori yang sejak lama diperebutkan dua merek besar adalah kacang garing, yaitu brand Garuda dan Dua Kelinci, keduanya bahkan tidak memberi peluang berarti bagi brand kecil lain untuk diperhitungkan dalam kompetisi.
Persaingan Produk Toiletries
Persaingan brand produk-produk toiletries patut dicermati mengingat produk-produk inilah yang sangat mendominasi belanja iklan komunikasi pemasaran di berbagai media. Intensitas periklanan tentu saja dipengaruhi sejauhmana intensitas persaingan antar brand dan produser pada kelompok barang konsumsi ini. Beberapa kategori produk seperti shampoo memegang ranking tertinggi dalam belanja iklan sepanjang periode, dengan brand yang bersaing seperti Sunsilk, Clear, Pantene, Head & Shoulder, Lifebuoy, Rejoice, Emeron, dan Zink. Demikian juga untuk kategori sabun mandi yang diperebutkan oleh Lux, Dove, Giv, Harmony, Shinzui, dan lain-lain. Sedangkan sabun mandi kesehatan (keluarga) beberapa brand yang bersaing (dari segi intensitas promosi periklanannya) adalah Lifebuoy, Nuvo, Medicare dan merek sabun medikal seperti Dettol, JF sulfur, dan lain-lain.
Pada kategori pasta gigi, beberapa brand yang sangat kuat promosi periklanannya adalah Pepsodent, Close Up, Ciptadent, dan Formula, sedangkan brand lain seperti Enzym, Maxam, dan Sensodyne menggarap ceruk kecil. Produk sabun deterjen merupakan produk yang juga sangat dominan dalam menghabiskan belanja iklan. Beberapa brand yang bersaing ketat dalam hal ini adalah Rinso,.
Persaingan Produk Consumers Lainnya
Persaingan produk consumer lainnya terlihat pada kategori rokok, insektisida, fungisida, telekomunikasi, minyak pelumas, otomitif roda dua, dan barang elektronik. Pada kategori rokok, hampir semua brand menayangkan kampanye pemasarannya meskipun dalam durasi yang bervariasi yang dibagi ke dalam beberapa varian. Jenis rokok sigaret kretek tangan didominasi Dji Sam Soe, Sampoerna Hijau, Gudang Garam Merah, dan Djarum Coklat serta Djarum 76. Sedangkan jenis Sigaret Putih Mesin diperebutkan oleh brands Marlboro, Lucky Strike, dan Dunhill, sementara jenis Sigaret Kretek Mesin didominasi oleh Gudang Garam Surya, Gudang Garam Filter, dan Jarum Super, Jarum Black Tea. Jenis rokok putih (Low Tar Low Nicotine) didominasi oleh A Mild, Class Mild, Star Mild, LA Lights, Mezzo Mild, dan U Mild.
Produk insektisida tidak kalah ketatnya persaingan antar brand yang beredar, terutama dilihat dari penayangan iklan cetak dan TV komersilnya. Jenis insektisida bakar dan elektrik, beberapa brand yang mendominasi pasar adalah Baygon, Tiga Roda, Domestos Nomos. Sedangkan jenis aerosol beberapa brand bersaing ketat seperti Hit, Baygon, Fumakilla Vape, Mortein, dan Raid. Sementara untuk produk fungisida terdapat tiga merek yang sangat intens bersaing yaitu Fungiderm, Daktarin, dan Canesten.
Persaingan Beberapa Produk Sekunder
Analisis persaingan produk-produk konsumsi diketengahkan karena sebagian besar aktivitas kampanye komunikasi pemasarannya mendominasi berbagai media dan kegiatan below the line. Produk barang konsumsi karena itu memungkinkan peluang terjadinya pelanggaran etika dalam periklanan. Selain itu beberapa produk sekunder berikut merupakan kategori yang memperlihatkan persaingan tajam di pasar, sehingga perlu diuraikan peta persaingannya. Beberapa produk dimaksud adalah produk konsumsi telekomunikasi, produk otomotif khususnya roda dua dan minyak pelumas, produk elektronik, dan jasa keuangan. Selain produk handset (hardware), juga persaingan ketat produk telekomunikasi mobile terutama produk konsumsi pulsa menjadi pemicu utama dalam menciptakan style kampanye komunikasi pemasarannya. Brands yang bersaing ketat dalam kategori ini adalah Mentari, Simpati, pro-XL, Flexi, Fren, Matrix, IM3, Esia.
Produk otomotif khuasusnya kendaraan roda dua patut untuk dicermati sehingga dalam tulisan ini mengulas beberapa brands yang bersaing ketat di dalamnya, seperti Honda, Yamaha, Suzuki masing-masing dengan berbagai variannya. Produk minyak pelumas merupakan salah satu kategori yang produk-kaitan dengan otomotif. Ketatnya persaingan dalam kategori ini memungkinkan terjadinya pelanggaran dalam etika komunikasi periklanan. Beberapa brand yang mendominasi belanja iklan adalah Oil Top 1, Fastron, Mesran, Castrol, dan lain-lain.
Produk elektronik, komputer dan digital lainnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari konteks persaingan pasar barang sekunder. Meskipun merek-merek ternama masih kokoh mendominasi belanja iklan, namun pada level tertentu pangsa pasar mereka juga tergerogoti oleh brand-brand lokal dan brand China yang merambah pasar Indonesia—terutama akibat distribusi ilegal.
Ketatnya persaingan produk jasa keuangan di tengah-tengah upaya konsolidasi industri perbankan Indonesia mengindikasikan belum kokohnya fundamental setiap pemain. Kondisi ini memberikan peluang terjadinya praktik kampanye komunikasi pemasaran yang tidak sehat antar pelaku. Beberapa brands bahkan saling kejar-mengejar dengan janji dan iming-iming.
Style Komunikasi Pemasaran Berbagai Produk dan Industri
Strategi komunikasi yang diterapkan suatu perusahaan sangat berkaitan dengan penetapan strategi bersaing yang mencakup penetapan sasaran dan tujuan. Smith (2005:67) menegaskan bahwa strategi menjadi jantung dari perencanaan kegiatan komunikasi pemasaran. Seluruh penjelmaan strategi komunikasi berakar pada riset yang dilakukan dan pengembangan akhirnya menjadi taktik komunikasi. Dalam konteks persaingan, masalahnya adalah sebagian besar perusahaan terjebak ke dalam tujuan pencapaian sesaat, sementara strategi jangka panjang yang membutuhkan konsistensi dalam pencapaian visi dan misi seringkali terabaikan. Celakanya pencapaian jangka pendek seringkali dilakukan dengan upaya “penyerangan” terhadap eksistensi pesaing melalui peniruan strategi, program, aktivitas, gaya komunikasi visual dan verbal, bahkan menyindir dan mencela atribut dan karakter para pesaingnya.
Kondisi persaingan di pasar saat ini sebagai hasil dari pemikiran strategis yang oleh Kim dan Mauborgne (2005: 6, 82) disebut sebagai Red Ocean Strategy. Menurutnya, sebagian besar perusahaan melakukan konfrontasi dalam memperebutkan pasar telah mengakibatkan percepatan komodifikasi produk dan jasa, meningkatnya peperangan harga, dan semakin menipiskan profit marjin. Strategi bersaing yang ”berdarah-darah” harus ditinggalkan dan digantikan dengan Blue Ocean Strategy yang memandang fokus kepada suatu hamparan lukisan besar menanti di depan ketimbang kepada perhitungan angka semata. Dalam konteks ini, setiap korporasi dituntut untuk melakukan penemuan-penemuan ladang baru, meningkatkan market share dengan meraih segmen-segmen baru, mereduksi biaya dengan memetakan sejumlah sasaran dan prakarsa baru. Jewler dan Drewniany (2004: 47) menyarankan agar targeting dilakukan perusahaan menjadi lebih fokus kepada suatu keragaman pasar (a diverse marketplace).
’sampah’.
Aspek Etika dalam Komunikasi Periklanan
Beberapa peraturan perundangan berkaitan dengan etika bisnis secara keseluruhan telah dimiliki oleh Bangsa Indonesia, yaitu: Undang-undang tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang tentang Hak Cipta, Undang-undang tentang Perusahaan, Undang-undang tentang Penyiaran, Kode Etik Wartawan Indonesia, dan Kode Etik Pariwara Indonesia. Konstitusi dan code of conduct ini (seharusnya) menjadi pedoman praktik berbisnis yang sehat di semua lapisan. Lebih khusus lagi, praktik-praktik kampanye komunikasi pemasaran harus mempertimbangkan segi-segi etika persaingan yang sehat di satu sisi, dan pada sisi lain periklanan harus mengdepankan semangat persaingan itu. Dengan demikian setiap pelaku usaha harus menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Selain itu, pelaku usaha juga harus turut mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui praktik persaingan usaha yang sehat sehingga dapat tumbuh denganbaik adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil. Karena etika periklanan Indonesia yang dibangun berazaskan kepada nilai-nilai luhur, seperti 1) jujur, benar, dan bertanggungjawab; 2) bersaing secara sehat, dan 3) melindungi dan menghargai publik, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, dan tidak bertentangan dengan hokum yang berlaku.
Sesungguhnya etika persaingan usaha yang sehat merupakan suatu tugas pemberdayaan “budaya baru”. Upaya memasyarakatkannya membutuhkan proses penyadaran yang panjang setelah sekian lama bangsa kita berada dalam kekuasaan yang tidak atau belum menanamkan benih-benih bersaing secara sehat tersebut. Perilaku negatif para pelaku usaha yang bersenyawakan dengan birokrasi telah menumbuhsuburkan iklim yang tidak sehat: yang kuat memakan yang lemah, yang besar membunuh peluang hidup yang kecil. Karakter inilah yang masih melekat dalam dunia bisnis kita, termasuk dalam gaya komunikasi pemasarannya yang sebagian cenderung merendahkan arti penting persaingan sehat.
Fungsi ekonomi dan fungsi sosial periklanan harus dikembangkan secara berimbang (Starck dan Kruckeberg, 2003: 29-40). Inilah yang harus dipahami oleh setiap pelaku komunikasi pemasaran agar ditumbuhkan menjadi bagian dari karakter bisnis industri komunikasi selain fungsi pembelajaran bagi publik. Masyarakat yang terbangun semakin baik melalui pemberdayaan konsumen pada gilirannya akan turut membangun korporasi agar senantiasa inovatif, melakukan diferensiasi dan efisiensi pengelolaannya. Jika konsumen menjadi semakin pintar (berdaya), maka perusahaan akan semakin inovatif agar terjalin hubungan saling menguntungkan dalam jangka panjang. Bahkan Becket (2003: 41-52) menilai pentingnya etika komunikasi itu sebagai fondasi moral dalam menyusunsocial & human sciences secara lintas terpadu melalui manajemen dan komunikasi internal, public affairs &marketing, periklanan, media dan publikasi,d an dalam penggunaan teknologi informasi.
Dalam konteks ini, isu-isu berkaitan dengan etika periklanan di Indonesia dan juga bersifat universal mencakup beberapa hal penting, yaitu: a) Swakrama sebagai sikap dasar industri periklanan yang dianut secara universal; b) Menempatkan etika dalam struktur nilai moral yang saling dukung dengan ketentuan perundang-undangan sebagai struktur nilai hukum; c) Membantu khalayak memperoleh informasi sebanyak dan sebaik mungkin, dengan mendorong digencarkannya iklan-iklan persaingan, meskipun dengan syarat-syarat tertentu; d) Mengukuhkan paham kesetaraan jender, bukan sekadar persamaan hak, perlindungan, ataupun pemberdayaan terhadap perempuan; e) Perlindungan terhadap hak-hak dasar anak; f) Menutup ruang gerak bagi eksploitasi dan pemanfaatan pornografi dalam periklanan;
Kesimpulan
Persaingan ketat terjadi antar brand terutama pada produk-produk konsumsi (consumer goods) seperti produk minuman, produk makanan, produk toiletris, dan beberapa produk sekunder lainnya seperti otomotif roda dua dan minyak peluas sejauh kelompok produk yang diobservasi. Style komunikasi periklanan pada berbagai kategori produk yang bersaing ketat memiliki kecenderungan untuk menghasilkan tayangan-tayangan iklan yang konten-nya cenderung melanggar etika persaingan dan kode etik periklanan. Sebagian besar pelanggaran etika dalam praktik komunikasi periklanan memperlihatkan upaya merendahkan produk-produk pesaing baik secara visual maupun secara verbal dan berbagai bentuk pelanggaran lain dari kode etik periklanan.
Daftar Pustaka
Aitchison, Jim, “Cutting Edge Commercials: How to Creative the World’s Best TV Ads (1) and Print Ads (2) in the 21st Century”. Prentice Hall, Singapore. 2001
Altstiel, Tom; Jean Grow, “Advertising Strategy: Creative Tactics from the Outside/In”. Sage Publications. 2006
Arens, William F., “Contemporary Advertising”. Mcgraw-Hill College Publisher. 2005
Austin, Erica Weintraub dan Bruce E. Pinkleton. “Strategic Public Relations Management: Planning and Managing Effective Communication Programs”. Lawrence Erlbaum Associates, London, 2001.
http://www.esaunggul.ac.id/article/etika-persaingan-dalam-komunikasi-pemasaran/